My story page

November 6, 2013

Tugas Tata Tulis & Komunikasi Ilmiah

Nama    :Vanessa Juliette Alexia

Kelas    : 1ID06

NPM        : 39413087

Universitas Gunadarma


 

Indonesia Tanpa Bunuh Diri

REP | 10 September 2013 | 08:27 Dibaca: 270    Komentar: 0    0


Cegah bunuh diri. (foto: http://www.genevieveng.com/)

Organisasai Kesehatan Dunia (WHO) sejak  2003 telah menganggap serius issu bunuh diri, hingga merasa perlu menggandeng International Association of Suicide Prevention (IASP) untuk memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia setiap tanggal 10 September. Tema pada 2013 adalah Stigma : Rintangan Besar untuk Pencegahan Bunuh Diri.

Data di WHO menyimpulkan bunuh diri telah menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju dan menjadi masalah yang terus meningkat jumlahnya di negara berpenghasilan rendah dan sedang. Hampir satu juta orang meninggal setiap tahunnya akibat bunuh diri. Ini berarti kurang lebih setiap 40 detik jatuh korban bunuh diri. Jumlah ini melebihi akumulasi kematian akibat pembunuhan dan korban perang.

Pada  2009 posisi empat besar negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi berasa dari Eropa Timur, yakni   Rusia , Latvia, Belarus dan Slovenia. Sedangkan kelompok negara yang rendah tingkat bunuh dirinya adalah Amerika Latin, negara-negara mayoritas berpenduduk muslim dan beberapa negara  di Asia.

Keluarga Sebagai Pondasi

Di RSUD Cianjur, Jawa Barat, dalam satu bulan pada Mei 2013 terlapor 5 orang yang meninggal karena bunuh diri. Itu baru di Cianjur dan satu rumah sakit. Jika melihat data WHO pada 2010, angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa.  Tentu jika tidak ada upaya bersama pencegahan bunuh diri, angka tersebut bisa tumbuh dari tahun ke tahun. WHO malah meramalkan pada 2020 angka bunuh diri di Indonesia secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa.

Bisakah Indonesia bebas dari kasus bunuh diri? Mungkin saja jika semua masyarakatnya memiliki kesadaran untuk berhenti berpikir melakukan bunuh diri. Tapi mengingat pencetus bunuh diri semakin beragam, mulai dari faktor ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, kejiwaan, dan spiritual., hal  yang bisa dilakukan adalah mencegah semaksimal mungkin terjadinya bunuh diri di lingkungan lingkungan terkecil dan terdekat, yakni keluarga.

Sumber utama bunuh diri adalah depresi. Dan umumnya depresi berhubungan dengan lingkungan sosial, termasuk jejaring sosial. Menurut pakar kejiwaan Kendal dan Hammen, depresi banyak berkaitan dengan kondisi keluarga. Artinya, anggota keluarga bisa menjadi peredam depresi anggota lainnya. Seorang Ibu seharusnya membangkitkan anaknya yang gagal ujian, bukan memarahinya. Seorang isteri harus bisa menghibur suami yang kehilangan pekerjaan. Seorang suami bisa menghibur isteri yang baru saja mengalami keguguran.

Jika ada seorang anggota keluarga yang bunuh diri, bisa dipastikan ada yang buruk di dalam keluarganya sehingga anggota keluarga tersebut merasa tidak akan mendapat perlindungan dan dukungan sosial pada saat menghadapi tekanan. Alih-alih mencegah bunuh diri, malah ikut memacu perilaku bunuh diri.

Itu sebabnya penting sekali bagi satu keluarga menerapkan sistem keterbukaan komunikasi, walau harus tetap menjaga privasi anggota keluarga sebagai individu. Keterbukaan di sini adalah setiap anggota keluarga bisa menyampaikan persoalan hidupnya tanpa harus diceramahi, digurui atau bahkan disalahkan oleh anggota keluarga lainnya. Dengan keterbukaan ini, bahkan jika masalah yang dihadapi sudah mencapai depresi berat, bukan hal sulit untuk membawa ke ranah medis.

Tantang terbesar di Indonesia untuk mencegah bunuh diri adalah melibatkan lembaga medis kejiwaan. Stigma masyarakat bahwa orang yang datang ke rumah sakit jiwa atau psikiater adalah orang gila menjadi tembok yang harus dipecahkan. Di sinilah keluarga dapat menjadi pendukung ketika seseorang mulai merasa depresi, dan secara emosional menyatakan ingin bunuh diri apalai jika sudah ada upaya melakukan bunuh diri. Dengan membawa ke  institusi yang tepat, setidaknya sebuah langkah besar pencegahan bunuh diri sudah dilakukan.

Agama Sebagai Pelindung

Sebuah studi statistik lintas bangsa  oleh Miles E Simpson dan George H Conklin menyimpulkan, persentase Muslim dalam penduduk suatu bangsa menunjukkan relasi yang signifikan dengan tingkat bunuh diri bangsa tersebut. Tidak heran jika di dalam data  WHO negara-negara mayoritas muslim berada di peringkat bawah.

Kesadaran untuk mencegah bunuh diri sudah bisa ditumbuhkan dengan membaca firmah Allah surah An-Nisa' : 29; Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu. Jelas sebagai muslim yang semestinya bertaqwa akan menjauhi larangan yang bisa mengantar ke neraka itu. Jika ada muslim  yang bunuh diri, masyarakat biasanya langsung menganggap orang tersebut telah mengalami penurunan keimanan karena agama cenderung mengurangi depresi mental dan pedihnya tragedi kehidupan.

Bagaimana dengan pelaku bom bunuh diri yang pelakunya kebanyakan seorang muslim? WHO menyebut tindakan tersebut sebagai bunuh diri sekunder. Karena tujuan utama orang tersebut adalah membunuh orang lain.

Bahtsul Masail NU dalam Munas Alim Ulama di Pondok Gede tahun 2002 juga telah memutuskan tentang hukum intihar (mengorbankan diri). Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa bom bunuh diri yang dilakukan oleh para teroris tidak akan mengantarkan mereka kepada level syuhada. Karena sejatinya motif mereka adalah adalah putus asa saat mencari jalan solusi kehidupan yang benar. Dengan kata lain, tidak dianjurkan dalam Islam.

Jika semua mau melibatkan peran keluarga dan meningkatkan keimanan, tak heran jika suatu hari nanti Indonesia menjadi negara tanpa satu pun kasus bunuh diri.

http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/09/10/indonesia-tanpa-bunuh-diri--588351.html

Analisis:

    Kasus bunuh diri sudahlah bukan kabar baru lagi bahkan di era modern saat ini bunuh diri sudah dianggap hal yang wajar padahal hal ini tidaklah wajar. Kasus bunuh diri merupakan penyumbang penyebab kematian terbesar dibeberapa negara maju maupun berkembang. Kasus bunuh diri di Indonesia pun terhitung besar dan bertambah seiring berjalannya waktu dan penyebabnya.

    Penyebab utama bunuh diri adalah depresi, depresi ini bisa berasal dari banyak sisi dari ekonomi, pekerjaan, percintaan, serta keluarga. Pemikiran atau tindakan bunuh diri ini menyerang banyak pihak umur namun paling banyak meyerang umur produktif. Banyaknya kasus bunuh diri di Indonesia menjadi salah satu persoalan besar namun dipandang sebelah mata oleh pemerintahan. Peningkatan tindakan bunuh diri di Indonesia seiring berjalannya waktu meningkat, sehingga untuk menanggulanginya pun ada beberapa langkah dari pihak pemerintah, WHO, ataupun diri sendiri dan pihak keluarga serta agama.

    Penanggulangan dari pihak pemerintah dan WHO adalah telah disediakan HOTLINE 500-454 yaitu saluran telepon yang memberikan pelayanan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan konseling khusus tentang berbagai masalah kejiwaan dari Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Melalui layanan telepon ini korban dapat melampiaskan dan berkonsultasi tentang masalahnya dan meminta saran lain selain jalan bunuh diri. Berikanlah dan sebarkanlah nomer ini keyang membutuhkan.

    Penanggulangan dari diri sendiri dan pihak keluarga adalah, buatlah korban yang merasakan depresi ini merasa diterima dan dimengerti tentunya dengan rasa perhatian. Dalam kasus ini korban merasa dirinya tidak lagi pantas hidup, oleh karena itu para teman-teman dan pihak keluarga korban harus memberikan dia perhatian, bukannya menghakiminya dan berkata dia sudah gila karena berpikiran seperti itu. Bimbinglah dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tuntun dia ke jalan penuh dengan doa dan tunjukkanlah padanya bahwa dunia masih membutuhkan dia dan dia pasti memiliki tujuan hidup yang lebih besar dibanding sebelumnya.

    Penanggulangan dalam agama sudah tertulis jelas diberbagai kitab agama, dalam hal ini saya membahas secara khusus di Al-Quran, Allah paling membenci seseorang yang menyakiti atau mendzalimi dirinya sendiri apalagi dengan bunuh diri. Dengan adanya kitab-kitab agama tersebut, para korban pemikir tindakan bunuh diri pun akan terketuk hatinya juga bila didoakan dan membaca kitab tersebut. Karena dengan begitu dia akan menyadari bahwa mungkin dia dapat lari dari masalah yang membuatnya depresi di dunia namun di akhirat nanti dia akan menemukan masalah baru yaitu dia harus bertanggung jawab atas tindakan haram yang telah dilakukannya.

    Walaupun ada beberapa cara penanggulangan masalah ini, namun masih banyak orang yang menganggap ini masalah sepele yang pantas untuk diremehkan. Dibutuhkan lebih banyak lagi kesadaran manusiawi tiap orang di Indonesia untuk mengerti dan memahami bahwa banyak orang diluar sana yang butuh pertolongan, karena satu hal yang pasti mereka yang ingin melakukan bunuh diri sesungguhnya hanya ingin ada seseorang diluar sana yang mengerti dan akan menolongnya tanpa dihakimi. Oleh karena itu mari kita saling menjaga satu sama dan tidak saling menghakimi diri masing-masing tapi dengan menghargai.

No comments:

Post a Comment